13 April, 2009

MENTALITAS JALAN PINTAS

MENTALITAS JALAN PINTAS
Oleh : Iriani Ambar (Parepare-Sulsel)

A. P E N D A H U L U A N

Sepanjang hidup manusia ingin dapat membuat keputusan – keputusan yang baik, memahami kenyataan seutuhnya secara benar dan jelas agar dapat mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan demikian mencintai kebenaran dan kejelasan akan menjadi kritis dan tidak menerima begitu saja pendapat yang disodorkan.
Bersifat kritis, tidak hanya terhadap pendapat orang lain tetapi juga terhadap pendapat sendiri, senang menerima kritikan orang lain, gemar mengemukakan pendapat, dengan harapan orang lain berkesempatan memberikan kritik atau saran. Sikap kritis terhadap diri sendiri memunculkan perasaan bahwasanya manusia adalah lemah dan mudah membuat kesalahan, sembari mencari kebenaran secara terus menerus sehingga perasaan lemah dan salah akan mendorong sebuah kemajuan.
Peristiwa di mana manusia menjalani hidup kurang efektif, tidak selamanya is some thing technically / strategically wrong. Bisa disebabkan oleh faktor over burden ( ketidakmampuan) . halangan ( barrier ) dalam menjalani hidup di mana 80 % energi yang terkerahkan namun hasil sasaran yang diperoleh hanya 20 %. Padahal selaiknya energi yang dikeluarkan 20 % dengan capaian hasil 80 % .
Menjadi manusia efektif ternyata tidak saja menuntut optimalisasi keunggulan semata, melainkan ada kebutuhan lain yang sebesar optimalisasi yakni ; menyingkirkan penghalang yang bisa jadi menghambat potensi untuk dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan, sehingga menjadi kurang efektif dan banyak menelan pemborosan energi, waktu dan konsentrasi.
Ibarat sebuah wadah, jika air tidak mengalir selancar yang seharusnya terjadi berarti terdapat kemungkinan there jadi wadah tersebut bocor dan membuat kucuran air membanjiri tempat lain yang tidak diinginkan atau aliran air terhalang oleh tumpukan benda – benda kecil. Pertanyaannya kemudian adalah wujud konkrit seperti apa yang bisa mengimbangi barrier tersebut ?

B. K E T E R B I A S A A N
Setelah mengeluarkan pendapat tentang The Seven Habit – The Most Effective People, Covey menemukan hubungan korelatif antara keterbiasaan efektif dan tingkat aktualisasi dalam diri manusia terdapat tujuh kemampuan dasar yang berasosiasi dengan model pembiasaan menurut kontinum tertentu antara lain :
1). Kebersadaran diri ( Self awareness ), 2). Imajinasi, 3).Kemauan ( will power ),
4). Mentalitas berlimpah, 5). Keberanian , 6). Kreativitas , 7). Pembaruan,
sementara keterbiasaan manusia efektif adalah, 1). Proaktif , 2). Berawal dari tujuan akhir (begin with the end ) , 3). Mengutamakan yang utama (first thing first), 4). Berpikir menang – menang (think win – win ) 5). Memahami lebih dulu (seak first to understand), 6). Sinergisitas , 7). Mengasah gergaji ( sharpen the saw ) .(baca: penulis teringat pernyataan tersebut pernah diungkap oleh Bapak H. Darwis Hamzah,M.Pd selaku Nara Sumber pada Diklat Pembina Kemasjidan).

C. KEBERSADARAN DIRI - PROAKTIF

Kebersadaran diri adalah kemampuan kunci untuk memahami orang lain dan dunia ini, bahkan merupakan pintu untuk mengenal di mana sebenarnya keunggulan dan kelemahan diri. Dengan kebersadaran diri yang tinggi maka manusia mantap menginjak realitas bumi dan tidak ragu – ragu dalam bertindak.
Apabila kemampuan kebersadaran diri diaktualkan secara optimal akan membuahkan keterbiasaan efektif, berupa proaktif: memiliki kemampuan untuk memilah respon yang tepat dan jitu ataupun dalam bentuk menentukan keputusan. Dikatakan keterbiasaan efektif, karena nyaris semua persoalan tidak ada yang membingungkan jika ditangani oleh orang yang berkapasitas mampu mengambil keputusan.
Kualitas menjadi pengambil keputusan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh orang dengan kebersadaran diri setengah – setengah. Pada level aktualisasi kemampuan yang rendah, pembiasaan hidup yang dihasilkan kurang efektif, yakni keterbiasaan reaktif – tidak memiliki kemampuan memilah, dibentuk oleh bagaimana orang lain dan keadaan membentuknya.
Pada tataran ini semua persoalan besar / kecil akan menjadikan diri bingung, terombang – ambing, bahkan bisa jadi kurang mengetahui pangkal persoalan mana yang prioritas utama, besar, dan kecil. QS. Al-Ankabut (29) : 3 menegaskan - walaqad fatannalladziina min qablihim falaya’lamannallahulladziina shadaquu walaya’lamannal kaazibiin “ Dan sungguh, kami telah menguji orang – orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang – orang yang benar dan pasti mengetahui orang – orang yang dusta”. QS. Al- Baqarah (2) : 139 – wa nahnu lahu mukhlishun “ dan Kepada – Nya lah kami mengikhlaskan hati”.

D. IMAJINASI DAN TUJUAN AKHIR
Kemampuan berimajinasi, ketika diaktualkan secara optimal dengan petunjuk kebersadaran dan prinsip akan menghasilkan keterbiasaan hidup yang bermuara pada petunjuk akhir / kepentingan misi. Manusia yang imajinasinya terlatih pada level tinggi tidak mudah tergoyah oleh berbagai bentuk distraksi dari luar dan dari dalam ,dan tidak mudah kalut oleh kegelapan realitas temporer. Kondisi internal yang tercerahkan inilah menjadikan diri manusia berada di atas realitas.
Sebaliknya pada level aktualisasi kemampuan rendah, di mana manusia yang membiarkan imajinasinya liar kemana – mana tanpa kebersadaran diri atas prinsip yang jelas akan menghasilkan cetakan keterbiasaan hidup yang tidak berbentuk, sudah kemana – mana tapi tidak menemukan apa – apa (sense of futility about goal)
Berimajinasi liar bisa terjadi kapanpun dan di manapun yang dilazim dikenal dengan aktivitas ”ngelamun” , secara permukaan sulit dibedakan antara orang ngelamun dan orang yang melatih imajinasi dengan bervisualisasi kreatif tetapi dalam hitungan yang kesekian kali perbedaan itu akan sebesar kemutahiran kreasi. Tidakkah semua temuan tehnologi berawal dari imajinasi ? ? ?

E. KEMAUAN - MENGUTAMAKAN YANG UTAMA
Kemampuan manusia berupa kemauan, apabila teraktualkan secara optimal akan menghasilkan keterbiasaan hidup teratur, mengutamakan yang utama, dan penuh kedisiplinan dalam membuat tata letak antara prioritas utama kepentingan dan urgensitas. Keteraturan dan kedisiplinan tidak dapat diraih tanpa kemauan keras untuk berebut tanggung jawab. Bagi manusia yang paham tata letak dan mengutakan yang utama akan menjadikan pembiasaan hidupnya efektif.
Pada tataran aktualisasi rendah akan melahirkan keterbiasaan hidup mentalitas jalan pintas (the simple answer) menolak tanggung jawab hidup sehingga tidak terjadi keteraturan, membesar – besarkan hal kecil, dan mengabaikan hal yang menjadi benih peristiwa besar. Manusia pemalas tidak berarti hidupnya efektif, meski menolak bertanggung jawab karena pada dasarnya hidup ini tidak memberi pilihan antara bertanggung jawab atau tidak, melainkan harus bertanggung jawab.

F. MENTALITAS BERLIMPAH – BERPIKIR MENANG
Kemampuan mentalitas atau kapasitas mental yang teraktualkan secara optimal, membuahkan pembiasaan berpikir menang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Mentalitas berlimpah akan menghasilkan karakter kepribadian berprinsip, menjadikan sumber keberlimpahan, kemakmuran dan keamanan.
Jika dikaitkan dengan kecerdasan emosional, maka tingkat kecerdasan yang tinggi akan mampu memproduksi kebahagiaan dari dalam sehingga berkuranglah tingkat dependensi terhadap sumber kebahagiaan dari luar. Semakin kuat manusia memegang principle – centered ( berpusat pada prinsip hidup ) , maka semakin mudah manusia tersebut mengalirkan rasa cinta / penghargaan kepada manusia lain. Karenanya mentalitas berlimpah akan menghasilkan profit and power bagi manusia yang bermentalitas kerdil.




G. KEBERANIAN – MEMAHAMI LEBIH DULU
Optimalisasi kemampuan keberanian akan membuahkan kebiasaan efektif yang membutuhkan keberanian dengan pertimbangan memahami lebih dulu adalah kebiasaan empati bukan simpati.

H. KREATIVITAS - SINERGISITAS
Kemampuan beraktivitas akan menciptakan keunggulan sinergis dari perbedaan atau persamaan dan merupakan manisfestasi kebersadaran inti dan tidak dapat diraih dengan pendewasaan posisi. Salah satu karakteristik sinergis adalah terciptanya saluran komunikasi diantara respecfull mind yang berinteraksi untuk menemukan kompromis dan kerjasama. Kenyataan kerap mengajarkan bahwa pada akhirnya kerjasama yang diolah dengan kreativitas akan menuai keunggulan melebihi confrontation.

I. PEMBAHARUAN – MENGASAH GERGAJI
Kebiasaan mengasah gergaji dihasilkan dari kemampuan pembaharuan diri yang diaktualkan secara optimal. Mengasah gergaji ( pengembangan diri ) dapat mengurangi kemungkinan yang menyebabkan kegagalan atau kelambanan menyelesaikan masalah akibat perubahan keadaan, dan yang merupakan siksaan terberat adalah ketidaktahuan.
Perubahan adalah inovasi, improvisasi, pembelajaran. Kemampuan pembaharuan yang tidak teroptimalkan akan membuat diri terperosok dalam sistim hidup yang tertutup, gaya hidup gelap dan hanya akan mewariskan ketertinggalan dari kemajuan zaman, mentalitas kerdil dan ketidaktahuan akan perkembangan informasi.

H. PENUTUP
Orang – orang optimis berdiri setelah jatuh, senantiasa mengambil pelajaran dari kegagalan kemudian bangkit memperbaiki diri, sedang orang pesimis jatuh setelah bangkit, meratapi nasib, menyalahkan orang lain dan bahkan kerap menjadi terlantar, terkurung dalam penjara yang diciptakan sendiri. Negara yang kuat dan besar justru terlahir dari orang – orang optimistis, yakin akan masa depan dan berpikiran positif.
Diyakini bahwasanya tulisan ini masih punya kelemahan – kelemahan, penulis berharap kiranya ada pembaca yang bersedia membenahi kelemahan –tersebut dan saling berbagi menularkan info melalui blog ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar